8 Oktober 2010

Bell of Belle

halo, ni aku tulis novel karangan temenku tersayang (haha) tapi dengan perubahan seperlunya, aku lgi coba" jadi editor gitu deh...oh ya, temenku tersayang ini namanya Kemala Restu Dwinanda, berikan selamat padany telah berhasil menyelesaikan novel pertamanya (kalo ga salah) Plok! plok! plok! selamat membaca...

Satu
Aku Yakin Bisa

Alunan lagu “BUKAN CINTA BIASA” yang dibawakan Afgan dengan suara yang lembut, merdu dan menjiwai lagu tersebut menemani belajarku di kala malam itu. Aku hanyut dengan lagu kesukaanku itu sehingga aku tak memperdulikan tawa anak – anak yang sedang bergurau di luar maupun suara mobil papa yang baru saja terparkir di garasi. Dengan mendengarkan lagu itu, aku menjadi nyaman, damai, dan dapat melenyapkan segala penatku selama di sekolah.
Setelah selesai belajar, headset hp masih menempel di kedua telingaku dan aku masih enjoy mendengarkan lagu dari hpku. Sampai – sampai aku tidak menyadari kalau mama memanggilku,
“Isabelle, kamu sudah makan belum sayang?”
Mama mendatangiku dan menepuk bahuku pelan, dari situlah aku baru sadar dan aku segera melepas salah satu headset yang menempel di kedua telingaku. Kemudian mama mengulangi pertanyaan yang baru saja beliau katakan padaku.
“Belle belum makan ma, Belle nunggu mama dan papa supaya bisa makan bareng”.
Mama mengerutkan dahinya “Lain kali kalau Isabelle udah laper, makan aja duluan nggak usah nunggu mama maupun papa nanti kalau sakit maag kamu kambuh lagi gimana? Mama nggak ingin lihat kamu sakit”.
Aura keibuan mama terpancar dari sikap dan omongan beliau tadi. Memang 1 tahun yang lalu aku di vonis dokter Kiran, dokter sekaligus teman kakakku yang memanggilku dengan nama Belle (cara baca: bel) itu kalau aku sakit maag. Karena itu, mama khawatir kalau aku terlambat makan maupun kelaparan.
Jam dirumahku berdenting menandakan sekarang sudah pukul 20.00.
“Isabelle tadi masih dengerin lagu apa sih sayang? Kok nggak merhatiin waktu mama tanya?”
“Oh maaf ma, tadi Belle masih enak dengarin lagu-lagu dari Afgan dan artis-artis lainnya gitu deh ma jadinya nggak ngejawab pertanyaan mama”.
“Ngobrolnya nanti lagi dong, kita kan masih makan jangan banyak bicara nanti bisa tersedak” nasihat papa padaku dan mama.
Setelah itu, suasana kembali hening hanya ada sesekali bunyi sendok beradu dengan piring.
“Gimana tadi sekolahnya? Nggak ada masalah kan?” tanya papa.
“Nggak ada problem sih, cuman Belle bingung aja. Belle disuruh Bu Isma datang ke rumah Arum untuk mengajari teman-teman menggantikan Titan yang masih sakit di RS.”
“Kenapa harus bingung, Belle? Seharusnya kamu senang sudah diberi kepercayaan dari Bu Isma untuk mengajari teman-teman kamu. Dan papa yakin teman-teman kamu pasti percaya dan mau menerima kamu sebagai pengganti sementaranya Titan, toh juga dapat pahala kan!”
“Iya sih pa, tapi Belle kayaknya nggak sanggup deh, karena kan Belle nggak bisa mengimbangi pinter dan jeniusnya Titan”.
“Isabelle, kamu nggak boleh gitu sayang, mereka sudah percaya sama kamu dan kamu nggak boleh ngecewain mereka semua” sela mama dalam perbincanganku dengan papa.
“Papa setuju dengan mama, kamu jangan patah semangat gitu dong. Sesuatu kalau belum dicoba, belum tahu hasilnya. Jadi, Bel harus nyoba dulu kalau memang terbukti Bel nggak sanggup baru bilang ke Bu Isma. Oke?” papa memberi semangat bagiku.
Semalaman aku memikirkan itu, ya aku sudah dipercaya dan aku tidak boleh melunturi kepercayaan mereka dengan mengecewakan mereka. So, benar kata papa aku tidak boleh rendah diri dan bilang tidak sanggup sebelum mencoba. Walaupun aku tidak bisa mengimbangi pandai dan jeniusnya cowok yang bernama Titan aku bisa meminta bantuan teman-temanku yang pandai lainnya. Aku mantap dengan apa yang sudah aku pikirkan ini dan kini, aku bisa tertidur lelap. Dan tak ada lagi seberkas cahaya dalam pandanganku.



Dua
Menjenguk Titan

Sudah 3 hari ini Titan tidak masuk karena sakit thypus di Rumah Sakit, dan aku bersama teman-teman sekelas belum ada yang menjenguk Titan. Aku yang dinobatkan teman-teman sebagai wakil ketua kelas merasa tidak enak jika tidak menjenguknya.
Pada saat bel berbunyi anak-anak berhamburan keluar kelas, ada yang memilih ke kantin, perpustakaan, toilet, mengobrol di luar kelas, atau memanfaatkan waktu untuk mengerjakan tugas yang belum terselesaikan. Namun aku memilih mengajak Putri ke kantor guru menemui Bu Isma. Terlihat ada seorang anak laki-laki tinggi, rapi, penampilannya oke, lumayan ganteng sedang duduk berhadapan dengan Bu Isma.
“Permisi bu“ sapaku.
“Oh ya, ada apa Auly? Apa yang bisa ibu bantu?”
“Emm maaf sebelumnya kalau saya mengganggu. Jadi tujuan saya kesini,” pembicaraanku terpotong oleh kalimat yang dilontarkan anak laki- laki itu.
“Silahkan duduk! Biar saya saja yang berdiri” ucapnya.
“Ohh… Terimakasih. Tujuan saya kesini, saya ingin mengusulkan bagaimana kalau kita menjenguk Titan, Bu? Titan kan sudah tiga hari tidak masuk, nah sebagai teman – teman yang baik kita wajib menjenguk kan bu?”
“Iya, iya. Ibu juga berpikiran sama denganmu. Tolong kamu diskusikan dulu dengan teman-teman yang lain, kapan mau kesana, dan mau bawa apa.”
“Iya bu, kalau begitu saya permisi dulu”
“Auly, tunggu sebentar! Kalian bertiga kenalan dulu, anak cowok yang di belakang kamu ini bakal jadi teman kamu.” Aku, Putri dan anak itu berkenalan.
“Hai, perkenalkan namaku Danar Faizal Hadiawan, aku pindahan dari Bogor.”
“Namaku Putri Amalia, panggil aku Putri”
“Kalau aku Auly Isabelle Johdy temen-temen biasa manggil aku Isabelle atau Belle. Nama panggilan kamu siapa? Danar? Faizal? atau Hadiawan?”
Anak itu menjawab dengan tersenyum,”Panggil saja aku Danar kalau Faizal kepanjangan trus kalau Hadiawan itu nama ayahku.”
Aduh aku tidak enak hati pada Danar atas omonganku yang asal nyeplos gitu, batinku.
“Sorry ya Danar aku nggak tau”. Lalu bel tanda istirahat berakhir berbunyi.
“Senang berkenalan denganmu” hanya kata itu yang terakhir aku dengar dari mulut Danar dan aku membalasnya dengan senyuman ramah.
Begitu istirahat kedua aku berembug bersama teman-teman tentang rencana menjenguk Titan. Kemudian kami memutuskan menjenguk Titan besok dengan menggunakan 2 mobil yaitu mobil milik Ajeng khusus yntuk anak cewek dan Wildan khusus untuk anak cowok. Dengan membawa buah-buahan dan makanan kecil.
Keesokan harinya, kami mewakili teman-teman sekelas berangkat menjenguk Titan. Yang ikut menjenguk Titan adalah semua pengurus kelas, ditambah anak-anak yang simpati dengan Titan. Selama di perjalanan aku memikirkan siapa sebenarnya Danar itu, karena kemarin dia memakai baju bebas atau baju preman yang rapi dan seharian tadi aku tidak bertemu dengannya, tapi kata Bu Isma dia bakal jadi temanku. Oh… dia adalah anak baru yang entah kapan mulai sekolah di sekolahku. Kira-kira dia kelas berapa ya? Dan di kelas apa ya? Pikiranku tentang Danar buyar seketika setelah aku merasakan goncangan di tubuhku karena ulah tangan Fian.
“Belle, udah nyampe ni!” katanya.
Setelah sampai di ruangan tempat Titan berbaring dan dirawat, aku dipersilahkan masuk lebih dulu di belakang Bu Isma. Kemudian kami semua menyalami Titan dan mendoakannya agar cepat sembuh. Kuserahkan buah-buahan dan makanan kecil yang telah kami beli tadi ke tangan ibunya Titan karena Titan belum berdaya untuk duduk tegak. Wajah Titan tampak pucat.
“Isabelle, tolong ya bantu teman-teman dalam belajar bersama di rumah Arum untuk sementara menggantikan aku yang masih sakit ini” katanya padaku.
“Iya, makannya kamu harus lekas sembuh biar bisa ngajarin teman-teman sama aku, jadinya aku nggak sendirian.”
“Oke, eh tapi kan kamu bisa ajak yang lain kayak Putri, Fian, Wildan, dan Echa.”
“Ya, kalau mereka mau, Tan.”
“Ya tentu mau dong” sambung Bu Isma.
Aku tersenyum dan senang ternyata teman-teman bersedia menjadi assistenku.



Tiga
Kedatangan Anak Baru

Bunyi hpku membangunkan tidurku yang lelap, setelah aku mematikan alarm kulihat jam yang ada di hpku itu dan aku tercengang kaget. Aku buru-buru mengambil air wudhu untuk salat subuh karena waktu telah menunjukkan 05.45. Begitu aku sudah selesai mempersiapkan segala persiapan sekolahku, aku segera turun karena mama memanggilku untuk cepat-cepat sarapan. Begitu sampai di ruang makan ternyata papa sudah selesai sarapan terlebih dahulu, dan kini beliau menungguku sambil membaca koran.
“Mama kok nggak ngebangunin Belle sih?” tanyaku sambil memakan roti dengan selai blueberry kesukaanku.
“Kamu bilang mama nggak ngebangunin kamu? Aduh Isabelle mama tuh sampai capek ngebangunin kamu, ngetok pintu kamar kamu, neriakin kamu dari luar biar bangun eh kamunya cuma bilang ya tapi nggak bangun-bangun yaudah mama biarin aja. Kalau sampai jam 6 kamu nggak bangun-bangun mama usapin air di wajahnya Isabelle.”
“Idih! Emang sampai segitunya ya ma?”
“Udah cepet minum susunya, makan rotinya dilanjutin di mobil. Karena nanti papa ada meeting.” Kata papa.
“Iya, cepet Isabelle ini kan udah setengah tujuh nanti kamu bisa telat lho sayang!” nasehat mama.
“Oke siip bos!” ucapku sambil memegangi sebuah botol berisikan air mineral.

Sesampainya di sekolah, aku menuruni anak tangga dengan sedikit berlari dan terdengar teriakan dari seseorang yang sepertinya memanggil namaku.
“I S A B E L L E !!!!!!!!” Ternyata suara itu berasal dari seorang anak laki-laki yang pernah bertemu denganku, dialah Danar. Setelah aku memalingkan wajahku ke hadapannya, ia lalu menghampiriku.
“Eh Danar, kok kamu baru keliatan hari ini sih kemarin-kemarin kamu kemana aja?”
“Aku baru dapet izin masuk hari ini, jadinya aku baru bisa berangkat hari ini.”
“Kamu ini masuk kelas berapa sih?”
“Emm, kelas XI IA 2 kata Bu Isma, bisa nggak kamu anterin aku kesana?”
“Wah kita satu kelas dong, yuk aku anterin kesana sekalian aku masuk kelas.”
“Eh tapi kamu nggak usah bilang sama temen-temen kamu kalau aku ini anak baru yang mau jadi temen sekelas kamu.”
“Emangnya kenapa? Biar surprised ya?”
“Kamu tuh gimana sih tanya-tanya sendiri dan dijawab sendiri, tapi jawaban kamu bener kok.”
“Hehe… siapa dulu Isabelle gitu.”
“Iya..Iya Isabelle anaknya Pak Johdy”
“Eh kok tahu sih, wah balas dendam nih ceritanya???”
“Gpp dong!”
“Aih kaya bahasa sms aja disingkat-singkat. Eh Danar, di depan itu yang ada papan bertuliskan XI IA 2 itu adalah kelasku dan calon kelasmu.“
“Kalau aku mau balik ke kantor guru biar aku nggak ketahuan kalau aku ini anak baru yang lewat kelas ini, jalannya lewat mana?”
“Kamu jalan lurus aja ngikutin aku terus kalau aku masuk kelas, kamu belok kiri, jalan terus ngelewatin taman dan belok aja ke kiri lagi udah sampai.”
Begitu aku duduk, Rio menghampiriku dan bertanya, ”Eh cowok tadi siapa Bell?”.
“Aku nggak kenal tuh, tadi dia jalan di belakangku ya, Yo ?”
“Heeh, aku pinjem pr Matematika no. 6 sampai 8 dong, aku nggak bisa.”
“Nanti aja deh waktu istirahat, aku ngos-ngosan nih kan mat pelajaran ke-6 & 7 jadi masih ada waktu 2 kali break, nggak apa-apa kan?”
“Oke, no problem sekalian diterangin aja deh Bell”
“Sip deh.”
Bel tanda masuk berbunyi, inilah saat-saat yang aku nantikan dimana Bu Isma datang untuk mengajar sekaligus memperkenalkan Danar pada teman-teman. Semuanya tenang dan duduk di kursi mereka masing-masing, namun itu tidak berlangsung lama setelah mereka mengetahui bahwa Bu Isma datang tidak sendirian melainkan dengan seorang cowok yang berpenampilan rapi.
Dan wow! Kini Danar memakai kacamata yang belum pernah aku melihatnya, dengan memakai kacamata itu Danar lebih terlihat ganteng apalagi kacamatanya berwarna biru, yaitu warna kesukaanku. Saat Danar melihatku berjalan di dekat kaca, ia sedikit memberikan senyumannya padaku. Aku yang sedang menenangkan Tari yang histeris saat melihat Danar, hanya dapat memandangnya dan kembali menenangkan keadaan kelas. Begitu bu Isma masuk kelas, teman-teman berhasil aku tenangkan dan aku dipersilahkan duduk oleh Bu Isma. Setelah aku duduk Bu Isma mengumumkan bahwa ada murid baru yang bernama Danar, Danar pun mengenalkan dirinya kemudian Bu Isma berkata,
“Auly, coba kamu maju kesini mewakili teman-teman untuk berjabat tangan dengan Danar.”
Aku segera maju ke depan dan aku berjabat tangan dengan Danar.
”Selamat datang ya Danar di kelas XI IA 2 yang bersih, aman dan nyaman” kataku.
Saat aku mencoba menatap teman-teman, ku dapati sikap Tari yang tidak menyenangkan padaku sepertinya dia jealous denganku.
“Danar, sekarang kamu bisa duduk di belakang Bu Watu kelas ini.”
“Bu Watu? Apa itu ‘Bu Watu’ Bu Isma?” tanya Dnar.dan teman-teman serempak menjawab,
“Bu wakil ketua, Danaaaaaaaaaarr!!!!!!!!!!”
Danar lalu mengikutiku untuk mencari tempat duduknya. Kini Danar duduk persis di belakangku dan disebelah Rio. Kemudian setelah aku dan Danang duduk, dia berkata padaku,
“Thanks Bu Watu!”
Fian yang duduk disampingku tertawa dan Rio pun mengikuti. Untuk menyamarkan tertawa mereka yang serasa mengejekku, aku berteriak “ Get ready, Lets pray together!!!”
Dalam pelajaran Bahasa Inggris yang diampu oleh wali kelas kami sendiri, Danar berhasil mengikuti dengan baik bahkan sangat baik. Bel tanda pergantian jam mata pelajaran berbunyi, dan pada saat itulah Bu Isma memanggilku.
“Ly, nanti pelajaran Pak Lukman jam ke berapa?” tanya bu Isma padaku.
“Jam ke-3 bu, ya habis ini. Memangnya ada apa bu?”
“Nanti kamu dan teman-teman belajar sendiri dulu karena Pak Lukman hari ini tidak masuk anaknya masih sakit katanya tapi belum sempat buat tugas. Ada pr dan ulangan nggak untuk hari ini?”
“Kebetulan nanti jam ke-5 ada ulangan susulan sekalian remidi biologi, terus ada pr matematika juga.”
“Ya sudah jam kosongnya dibuat belajar atau mengerjakan pr aja ya! Oh ya, nanti kalau ada waktu, Danar disuruh belajar tentang materi ulangan biar dia langsung dapat nilai dan mengerjakan pr matematika, pr matnya banyak dan sulit nggak?”
“Materi ulangan biologi itu tugas, kalau matnya no 1-5 gampang yang no 6 – 8 agak susah”
“Ya sudah Danar tolong dipinjami materi biologi, karena ulangannya yang lebih penting.”
“Ya bu.”
Setelah Bu Isma meninggalkan kelas, aku sampaikan semua pengumuman dari Bu Isma pada teman-teman dan juga pada Danar. Lalu, aku mengeluarkan selembar kertas yang berisikan materi ulangan biologi dan kuserahkan pada Danar. Pada saat Danar sedang mempelajari materi ulangan, Rio memintaku untuk menjelaskan pr mat dari no 6 sampai 8 seperti yang sudah aku janjikan tadi.
Begitu pelajaran biologi telah tiba, Danar tidak merasa deg-degan menerima soal yang diberikan oleh Pak Winson. Padahal ia hanya mempelajari materi itu selama 55 menit sedangkan teman-temanku yang sudah belajar semalam malah kelihatan ketakutan. Soal demi soal Danar jawab dengan penuh rasa yakin dan santai, dan waktu mengerjakan sudah selesai dan itu berarti waktu istirahat juga.
Pada waktu istirahat terakhir ini, Danar mencoba melihat soal pr mat Rio. Kemudian dia segera mengambil buku dan mengerjakannya, wow! Hanya dalam satu kali istirahat dia sudah bisa menyelesaikan kedelapan soal tersebut, namun dia sedikit mengerutkan dahinya dan membenarkan kacamatanya setelah melihat jawaban Rio yang baru saja aku ajarkan.
“Lho, kenapa Dan? Kok ekspresinya kayak gitu sih, emang ada yang salah ya?”
“Ya, ada yang salah di jawaban nomor 8 ini” jawab Danar serius. Lalu, Rio memanggilku yang sedang asik mengobrol di luar.
“Eh Belle, jawaban nomor 8 salah tuh kata Danar” protes Rio.
“Apanya sih yang salah?” Tanyaku penasaran.
“Bukannya luas selimut tabungnya itu 1584,28 ya? Coba deh kamu itung lagi” jawab Danar dengan meneliti kembali.
“Oh ya. Kamu bener, oke deh aku ganti dulu jawabanku and buat kamu Rio, sorry banget.”
Wah ternyata ada anak jenius selain Titan, eh bukan ding bukan jenius tapi teliti while me adalah anak yang kreatif. Memang anak-anak XI IA 2 the best.


Empat
PPSI ??
(Pangeran Pujaan Setiap Insan)

Aku kagum dengan Danar karena dia orangnya pinter dan teliti banget. Buktinya pr matematikanya yang dia kerjain istirahat kemarin bisa dapet cepek alias 100. Mungkin nggak cuma aku yang kagum dengan Danar, tapi semua anak di kelas ini bahkan mungkin se-anak kelas XI terutama cewek.
Kulihat Pak Winson membawa kertas hasil ulangan kemarin yang sudah dinilai kemudian kertas-kertas itu diberikan padaku agar dibagikan kepada pemiliknya. Setelah kulihat-lihat, ternyata tidak ada yang harus remidi atau remidi lagi dan ada satu kertas yang membuatku iri, dan kagum dengan nilai yang diperoleh orang yang telah mengerjakan soal itu. Aku iri karena kemarin aku hanya mendapat nilai 9,87 huft salah satu, sedangkan orang ini mendapat nilai yang perfect dan tulisannya pun jelas dan rapi. Ternyata saat aku melihat nama pengerjanya aku tercengang dialah, Danar anak yang duduk persis dibelakangku. Aku segera memberikan kertas hasil ulangan itu pada Danar yang kebetulan sedang berbincang-bincang dengan para sahabatku yaitu Putri, Fian, Ajeng dan Ayu ikut pula Tari.
“Danar, selamat ya kamu dapet nilai perfect di ulangan biologi pertama kamu kemarin” ucapku sambil menyerahkan kertas tersebut pada Danar.
“Makasih, tapi kan itu juga berkat kamu udah mau minjamin aku materi ulangannya” Danar mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan denganku. Aku pun juga respek mengulurkan tanganku. Setelah itu, sahabat-sahabatku mengikuti menyelamati Danar. Namun Tari menarik tangan Ayu dan mengajaknya keluar dengan muka sebel, aku bingung dengan sikap Tari yang sepertinya tidak menginginkan aku dekat dengan Danar. Akhirnya aku dan sahabat-sahabatku berhipotesa kalau Tari suka dengan Danar.
Pada waktu aku sedang menyantap sup jagung buatan mama yang nikmat, tiba – tiba hpku bergetar tanda ada sms masuk. Aku membuka sms itu yang ternyata dari Ayu, sms itu berisikan:
Bell, hipotesa km n yg laen bner…td si Tari crita ma q klo dy gk suka liat km ma Danar cz dy suka ma Danar iia dy cmburu gt dech. .
Aku tidak membalas sms Ayu karena menurutku lebih baik aku bicarakan di sekolah saja bersama sahabat-sahabatku yang lainnya. Setelah makan, aku meminjam laptop milik papa yang sedang nganggur untuk Login Facebook dan Yahoo! siapa tahu ada pesan baru. Aku memilih membuka yahoo dulu dan ternyata ada message masuk dan itu dari Nisa, teman dekatku yang isinya dia curhat tentang Danar dia semula kagum pada Danar tapi lama-lama dia sepertinya suka dengan Danar.
Ketika aku sedang mengobrol dengan Putri, Fian, dan Wulan di depan kelas Wulan, terlihat Rani berjalan menghampiriku sembari membawa amplop warna merah yang entah apa isinya. Dia menarik tanganku agar aku meninggalkan Putri, Fian dan Wulan kemudian dia berpesan padaku agar menyampaikan surat beramplop merah itu pada Danar, aku tersentak kaget melihat perilaku Rani yang salah tingkah pada saat Danar lewat di depan kami dan dia sedikit senyum, lalu Rani aku tanya,
”Loe suka sama Danar ya Ran?” pipi Rani memerah dan dia menjawab,
”Iya nih Isabelle, makanya gue kirim surat ke dia yang ngungkapin kalau gue ngefans sama dia.”
“Hayo suka apa ngefans?” godaku.
“Ah gitu deh pokoknya, kalau gue ketemu rasanya dag dig dug duer!!” Rani segera masuk dan meninggalkanku begitu saja, dia hanya menyisakan rasa malu padaku.
Adududuh. Baru masuk beberapa hari saja sudah banyak yang kagum, nge fans, suka. Huft, Danar…Danar. Tapi entah kenapa aku tidak merasakan apa yang dirasakan teman-temanku seperti Rani contohnya yang sampai segitunya ngirim surat ke Danar, malah aku sekarang masih suka banget ngeliatin seseorang yang pengen banget rasanya untuk berkenalan dan berteman dengannya. Namun aku masih bimbang apakah itu hanya khayalan atau akan terwujud? O.M.G!
Besoknya, pada waktu pelajaran telah usai aku lihat ada seorang perempuan yang berambut panjang bersama temannya sedang tersenyum malu. Kemudian, ketika Danar jalan menuju ke arah perempuan itu, perempuan itu tanpa ragu mengulurkan tangannya pada Danar dan minta kenalan. Betapa kagetnya Danar, Danar pun juga melakukan hal yang di lakukan perempuan itu dan dia sedikit memberikan senyuman padanya. Setelah itu perempuan itu dan temannya meninggalkan Danar dan meninggalkan lambaian tangan pada Danar, Danar tersipu malu. Aku segera menemui Danar dan menyerahkan amplop dari Rani yang dititipkan padaku kemarin.
“Hayo, Danar itu tadi siapa?”
“Nggak siapa-siapa kok, tadi dia ngajakin kenalan. Namanya Ira anak kelas XII . Eh ini apaan sih? Kok pake amlop segala langsung ngomong aja kenapa?”
“Itu surat dari Rani, isinya apa aku nggak tahu. Udah dulu ya, aku mau pulang nih panas. Dah, assalamualaikum.”
“Waalaikum salam.”
Akhirnya pulang juga, betapa panasnya hari ini. Dalam benakku terlintas fikiran masuk ke kamar mama untuk ngadem. Rasanya nyaman banget, dingin-dingin seger. Belum lama aku menikmati dinginnya AC di kamar mama, hpku berdering dan di layar hpku tertulis nomor yang tidak ada di phonebookku. Aku mengangkatnya dan sepertinya suara orang yang menelponku tidak asing bagi telingaku.
“Halo, maaf ini siapa ya?”
“Masa nggak tahu sih, padahal aku duduk deket sama kamu.”
Aku terdiam dan berfikir, masa iya Rio? Suaranya nggak kaya gini kok. Atau jangan-jangan PPSI yang terkenal itu? Dengan ragu, aku berucap.
“Danar ya?” Tak ada jawaban. “Danar nggak sih?”
“Iya, iya, aku Danar”
“Kok tahu nomor hpku dari siapa?”
“Siapa lagi kalau nggak dari Rio?”
Dalam perbincangan lewat ponsel itu, Danar bercerita tentang isi surat dari Rani. Rani menulis kalau dia suka sekaligus ngefans sama Danar, dia tidak bermaksud menembak Danar. Dia hanya mengutarakan isi hatinya. Wow, bagiku dia gentle banget, dia itu berani ngomong kalau dia suka dengan seorang cowok. Rencananya, Danar akan memberi penjelasan ke Rani atau bisa disebut memberi balasan tapi secara langsung.
Keesokan harinya, Danar benar-benar menghampiri Rani dan memberi penjelasan bahwa Danar belum mikirin yang namanya pacar-pacaran dan dia bersedia menjadi temannya Rani, dia juga says thank you karena Rani sudah menjadi fans dan suka dengan Danar. Rani hanya bisa tersenyum, mengangguk dan sama sekali tidak ada rasa kecewa atau sedih. Dan sedikit yang aku dengar dari mulut Rani, “Never mine”. Aku tidak mengira kalau Rani hanya memberi respon seperti itu. Ya syukur deh, jadinya nggak ada yang patah hati dengan PPSI di sekolahku.


Lima
Kak Olive Pulang

“Sekian lama aku menunggu” inilah lirik yang tepat untuk mengutarakan rasa kangenku pada kakakku yang sudah sekitar 6 bulan tidak pulang karena harus menyelesaikan kuliahnya di Singapura. Mama dan Papa tidak bisa menjemput kak Olive karena mereka ada urusan dengan pekerjaan masing-masing. Dan terpaksa aku yang mewakili mereka menjemput kak Olive, tapi aku tidak sendiri karena aku ditemani kak atau dr. Kiran yang juga menjadi sahabat kak Olive. Sore nanti, aku dijemput kak Kiran dan kami berdua berangkat ke bandara.
Seperti biasanya, di kala mentari memancarkan sinarnya yang terik dan di kala itu pula aku pulang sekolah. Selama perjalanan pulang yang terpikir olehku hanyalah kak Olive dan kak Olive. Aku merasa jenuh menunggu sore itu, dan ku putuskan untuk internetan entah mau buka fs/fb/ym atau bermain game on line.
Dan sore itu pun tiba, aku segera bersiap diri. Tin…tin…tin… suara klakson mobil kak Kiran memanggilku. Aku bergegas keluar dan masuk ke mobil kak Kiran.
“Wah, cantik banget kamu Belle, kayak mau kencan sama siapa aja.”
“Kan mau ketemu sama kak Olive, kak Olive kan cantik plus feminim banget makanya aku pengen kaya dia dan sekarang aku pake dress ini.”
“Eh, dress yang kamu pake itu yang di beliin Olive waktu tahun baru kemarin ya?”
“He-eh sogokan kak Olive karena nggak bisa pulang.”
Aku semakin ceria, karena aku dan kak Kiran telah memasuki jalan masuk ke bandara. Kak Kiran pun juga tersenyum karena melihatku sangat senang, girang dan ceria. Kami sudah menunggu hampir setengah jam dan kak Olive tak kunjung tiba. Wajah ceriaku makin lama makin luntur dan berubah menjadi cemas, khawatir dan negative thinking. Kak Kiran berusaha menenangkanku dan kami berdua memutuskan untuk tanya pada petugas di bandara tersebut. Belum lama kami bertanya, ponsel kak Kiran berdering dan tertulis pesan singkat:
Kiran, where are u ? gue ud nyampe n now gw lg d kantin airport . Loe n Belle cpet k sni ya, gw tunggu .
Pesan itu ternyata dari kak Olive. Ketika tanganku ditarik oleh kak Kiran untuk diajak ke kantin, ponselku berdering, papa menelponku dan beliau bertanya apakah aku sudah bertemu dengan kak Olive dan aku menjawab, kalau ini aku baru mau bertemu dengan kak Olive. Papa menitip pesan padaku bahwa kalau aku sudah bertemu dengan kak Olive, kak Olive diminta menelpon papa.
Begitu aku dan kak Kiran sudah sampai di kantin bandara, kami berdua celingukan mencari kak Olive. Dan tiba-tiba pandanganku gelap, aku tidak bisa lihat apa-apa di sekitarku dan aku merasakan kehangatan telapak tangan seseorang yang sepertinya aku kenal. Tapi siapa? Kak Olive? Begitu telapak tangan itu menyingkir dari mataku aku menghadap ke belakang dan di belakangku itu ada seorang wanita memakai jaket kulit berhias bulu-bulu halus, rambut wanita itu panjang dan bergelombang berwarna coklat pirang. Aku sedikit ragu apakah itu benar-benar kakakku, karena beberapa bulan yang lalu rambutnya masih sebahu dan tidak sepirang yang sekarang ini. Tapi memang dia adalah Naera Olivia Johdy kakakku satu-satunya.
Selama kak Olive di rumah, aku selalu mengajak dia untuk menemaniku pergi, berangkat atau pulang sekolah pun aku di antar jemput. Suatu ketika, aku diajak kak Olive menemui kak Kiran di rumah saudaranya. Setelah sampai di rumah saudara kak Kiran, dari pagar ku dengar alunan lagu yang di bawakan oleh lebih dari satu orang. Begitu aku dan kak Olive masuk, kulihat ada dua anak laki-laki yang satu sedang memainkan piano dan satu lagi menyanyi sekaligus memetik senar gitar.
Kak Kiran menghampiri aku dan kak Olive, dia mempersilahkan kami masuk. Aku seperti tidak asing melihat wajah anak-anak yang bermain musik itu. Ternyata benar, anak yang bermain gitar itu adalah anak yang aku kagumi di sekolah dan anak yang bermain piano adalah temanku sendiri, Danar.
“Danar? Kamu kok ada disini?” tanyaku.
“Kamu ni lucu ya Belle, disini kan rumahku ya jadi aku ada disini dong” jawab Danar bingung dan tersenyum.
“Kalian berdua udah kenal ya. Belle, ini memang rumah Danar, Danar itu keponakan kak Kiran. Kalau kamu kenal sama Danar, berarti kamu juga kenal dong sama gitaris handal yang satu ini?”
“Belle sih belum kenal, cuman tahu”
“Yaudah, kalau belum kenal, kenalan dulu kan ada pepatah tuh yang bilang tak kenal maka tak sayang” ucap kak Olive.
Kami berdua (aku & gitaris itu) berjabat tangan dan saling menyebutkan nama dan ternyata nama gitaris yang selama ini aku kagumi adalah Kevin. Oh, betapa senangnya aku sudah bisa berkenalan dan berjabat tangan dengannya. Sebenarnya, bukan hanya aku saja yang diam-diam mengagumi Kevin, temanku yang bernama Inka juga.
Kemudian aku mengajak Danar ke belakang sebentar. Di dapur aku berbicang-bincang dengan Danar mengenai Kevin. Kevin adalah teman Danar sewaktu SD sekaligus teman chattingnya. Aku sedikit bawel pada Danar.
“Kamu kok nggak bilang-bilang sih Dan, kalau kamu itu temenan sama Kevin kalau gitu kan aku bisa kenalan lebih awal sama dia.”
“Lho kok jadi sewot gitu sih, gimana mau cerita orang kamu aja nggak tanya-tanya juga. Memangnya kenapa? Kamu suka sama dia? Hayoooo Ibelle!!”
“Ibelle? Siapa tuh? Namaku kan Isabelle. Emm gimana ya? Aku sih nggak suka, tapi aku pengen kenal aja sama Kevin, dia kayanya tuh misterius gitu.”
“Misterius apanya? Kamu beruntung kalau udah deket dan jadi best friendnya karna dia itu orangnya baik banget. Jadi gini, Ibelle itu singkatan nama kamu, aku males manggil kamu Isabelle kepanjangan dan Belle kependekan yaudah jadinya Ibelle deh”.
“Oke oke nggak masalah”.
Kami berdua kembali ke ruang keluarga dan disana kakakku sedang asyik browsing internet dengan kak Kiran. Dan aku diajak Kevin untuk berkolaborasi dengan Danang dan dia. Aku memutuskan untuk bernyanyi lagu kesukaan kami bertiga yang ternyata sama yaitu Your Call dari Secondhand Serenade. Semenjak kejadian ini, kami bertiga menjadi sahabat dan selalu bersama. Dan efek sampingnya, Inka bisa kenalan dengan Kevin.


Enam
We’re Falling In Love

Pagi cerah membangunkanku dari tidur lelapku. Juga menyambut hari Sabtu nan ceria. Yup, hari ini rencananya kak Olive mengajak aku, Danar, dan Kevin nonton bioskop, tapi masih di rahasiakan filmnya apa.
Sesampainya aku di sekolah, aku melihat Ajeng sedang kejar-kejaran dengan Fian. Entah apa yang melatar belakangi perbuatan konyol mereka itu. Tiba-tiba tubuhku serasa di lempar bantal kapuk yang digunakan untuk menonton TV.
“Ups” ucap Fian.
“Eh, ya ampun sorry banget ya Belle. Gue nggak sengaja, habisnya di kejar sama Fian nih” kata Ajeng sambil mengulurkan tangannya padaku untuk membantuku berdiri.
“Kalian tuh ngapain sih? Kayak anak kecil aja, nih liat dari perbuatan kalian menghasilkan satu korban” kataku sewot.
“Hosh! Hosh! iya iya gue minta maaf deh. Itu lho si Ajeng, ngejekin gue terus katanya Adman suka sama aku” jelas Fian.
“Tapi kalau suka juga nggak apa – apa kan Fi?” ledekku.
“Ah, puas semuanya! Dari Putri, Ayu, Ajeng dan sekarang sampai kamu Belle semuanya ngeledekin aku, uugh!” ucap Fian ngambeg.
Ternyata kejadian itu berawal dari Putri yang sekarang suka sms-an dengan Adman, setiap kali mereka berdua sms-an, Adman selalu menanyakan Fian. Tentang nilai, urusan pribadi atau yang lain. Tapi, setiap Putri menanyakan apakah Adman falling in love with Fian, Adman tidak menjawab dan mengganti topik pembicaraan. Ya, kami semua berhanggapan kalau Adman memang falling in love dengan Fian.
Saat istirahat, Rano mendatangiku sepertinya dia ingin membicarakan sesuatu yang penting. Rano mengajakku ke perpustakaan untuk membicarakan hal itu. Aku tidak langsung menyetujuinya, aku mengajak Putri namun Rano bilang,”jangan ajak Putri donk, yang lain aja karena topik pembicaraannya dia”. Dan akhirnya aku mengajak Ayu. Dalam pembicaraan Rano bersama Ayu dan aku, dia menyatakan bahwa dia sebenarnya falling in love dengan Putri. Dan dia memintaku dan Ayu sebagai mak comblang mereka berdua. Aku mengiyakan permintaan Rano tapi dengan satu syarat yaitu apabila Putri tidak menerima Rano, maka tidak ada pemaksaan bagi Putri oleh Rano, Rano pun menyanggupi.
Bel tanda pulang berbunyi nyaring. Aku senang sekali mendengar bel itu hari ini, karena bel tersebut merupakan tanda bahwa aku akan segera menikmati weekendku dengan nonton film. Ketika aku dalam perjalanan ke pintu gerbang sekolah, ternyata di luar aku sudah di tunggu Kak Olive, Danar dan Kevin. Aku mempercepat langkahku karena aku sudah tidak sabar ingin nonton. Dan tiba-tiba …
“Aduuh” keluhku. Dananr menghampiriku dan menolongku.
“Baru aja aku mau ngomong Belle, makanya kalo jalan itu lihat-lihat.”
“Ngomong dari tadi napa, Dan. Jadinya kan aku nggak sampe lecet kaya gini” omelku begitu sampai di mobil.
“Kamu terlalu semangat sih Belle!” ucap Kevin.
“Huft… udah ditabrak Fian sampe jatuh, trus sekarang jatuh kesandung. Mau nonton aja kok banyak gangguannya.”
“Hahaha nasib nasib derita loe tuh Belle!!” ledek Danang.
Dalam perjalanan menuju gedung bioskop, aku diam. Dan suasana pun hening. Suara Kevin yang lembut melepas keheningan selama beberapa menit.
“Kak, sebenernya kita ini mau nonton film apa sih?”
“Film ini pokoknya bagus dan kalian pasti suka” jawab kak Olive.
“Ah, kakak pake rahasia-rahasian segal” kataku.
“Ya biar surprised lah dek. Yaudah kakak beritahu sekarang deh, nanti kita nonton film Harry Potter 6, nih tiketnya udah ada.”
“Yee! Akhirnya bisa nonton HP 6 gratis. Jadi, aku nggak usah nraktir kamu Dan! Hahaha bebas” ucapku gembira.
“Ya nggak bisa lah, inikan yang bayarin kakak kamu, beda lho?” kata Danar.
“Emangnya kamu nggak bosen apa?”
“Enggak kale ya, kan film HP bagus jadinya aku nggak bosen.”
“Danar, iih!”
“Yaudah yaudah enggak deh, puas!! puas !!!”
“Ya puaslah Dan… hehe” ucapku dengan raut muka sumringah.
“Ayo masuk, studionya udah dibuka lho kak, Belle, Dan..” kata Kevin.
Aku dan Danar yang sedang membeli popcorn dan air mineral serta kak Olive yang sedang melihat film-film yang akan diputar nantinya seraya menoleh kearah Kevin. Kemudian kami berempat mencari side kami. Kak Olive duduk di pojok, lalu aku, di sampingku Kevin dan yang terakhir Danar. Aku sangat menikmati film ini. Selain karena filmnya yang aku suka, sampingku Kevin. K E V I N lho! Jarang kan dapat kesempatan kaya gini.
Krucuk…krucuk..aduh! Perutku keroncongan. Aku meminta kak Olive untuk makan sebentar, dan kak Olive mengajak kami semua makan. Disana, aku makan dengan lahap karena aku udah laper banget, sampai-sampai aku tidak sadar kalau mulutku belepotan saus. Melihat itu, Danar mengambil tisu dan memberikannya padaku.
“Ibelle, kalo makan kaya anak kecil ya! Nih, di lap dulu sausnya.”
“Saus? Emangnya dimana yang belepotan?”
“Tuh, di bagian atas mulut kamu sama di pipi sebelah kanan” jawab Danar.
“Udah kan?” yakinku.
“ He-em” jawab Danang dan Kevin kompak.
Kak Olive yang melihat kelakuan kami tersenyum. Tapi, senyuman itu pudar berganti dengan muka yang merah. Huaah… kak Olive kepedesan, diminumnya milk shake yang ada di depannya. Kevin beranjak dari tempat duduknya, dan kulihat dia memesan minum lagi. Minuman itu, di berikan kepada kak Olive.
“ Ooh, thanks banget ya Kevin” kata kak Olive yang terlihat sudah membaik.
“ Ya kak, sama-sama “.
***
Selama satu minggu ini, aku dan Ayu berusaha mencomblangkan Rano dengan Putri, semula Putri menolak namun lama-lama ia luluh. Hari ini aku berencana mengatakan pada Rano mengenai hal ini. Tapi pada saat aku menemui Rano dan baru mengatakan satu kata “Rano !” dia langsung menolak kedatanganku dan berkata
“Sorry Belle, aku masih sibuk kalau mau ngomong tentang Putri lain kali aja ya !”
Ihh… nyebelin banget tuh orang.
Teeeett……….. bunyi bel tanda pulang terdengar nyaring. Istirahat tadi, Danar berjanji padaku dan Kevin bahwa dia akan mentraktir kami ice cream setelah sekolah usai. Kevin ternyata telah menungguku dan Danar di gerbang.
“Gak lupa kan sama janjinya? Gue masih pengen banget nih ice cream, hehe ngidam” kata Kevin bercanda.
“Emang udah telat berapa bulan bro! haha” jawab Danar membalas candaan Kevin.
“Eh Vin, kamu gak tau kan kenapa Danar nraktir kita?” tanyaku pada Kevin.
“Nggak, emang atas dasar apa?”
“Huuuft dia itu sekarang jadi ketua kelas nggantiin Titan trus Titan nggantiin aku jadi wakil ketua kelas, seneng tuh dia” jawabku agak sensi.
“Ooh berarti dengan kata lain kamu udah di berhentikan atau di PHK gitu maksudnya, Belle?” goda Kevin.
“Ahh Kevin!” aku memukul lengan Kevin pelan. Dan Kevin serta Danar menertawaiku.
Pada saat kami sedang asyik-asyiknya makan ice cream, tiba-tiba kalungku jatuh dan tersangkut di tanaman pakis yang terdapat di selokan. Aku berhenti berjalan dan kebingungan bagaimana cara mengambil kalung itu. Lalu, aku meminta pertolongan pada kedua sahabatku itu. Danar bertugas di atas untuk jaga-jaga kalau Kevin terpeleset dan butuh pertolongan sedangkan yang turun di selokan adalah Kevin.
“ Ayo Vin, di usahain bisa ya?” pintaku pada Kevin. Kevin tidak menggubris kataku karena dia sedang mencoba mengambil kalungku yang tersangkut itu.
“ Udah tenang aja Belle, pasti bisa deh” hibur Danar.
“ Yup, akhirnya bisa dimbil juga” kata Kevin.
“Nih, kacamata kamu, makasih ya!” ucapku.
“Eh, tapi bentar Belle. Kalungnya putus” kata Kevin agak kecewa.
“Yaudah gak apa-apa biar aku simpen aja” kataku dengan raut muka kecewa dan sedih.
“Gini aja, kalung ini untuk sementara aku bawa dulu, biar aku reparasi ke tetanggaku karena tetanggaku itu jualan kalung kaya gini “
“Ya deh Vin, kamu tuh udah baek, ramah, tidak sombong, rajin menabung lagi,hehehe” candaku.
Dua hari kemudian, Kevin datang ke rumahku. Katanya, dia punya surprised untukku. Begitu aku menemuinya di luar, dia menyuruhku tutup mata dan…
“Udah matanya boleh dibuka.”
“Waaah, inikan kalungku yang kemarin putus, kan? Sekarang udah nyambung lagi. Thank you so much Kevin, I love you full deh! “ kataku senang.
“ Ahahaha!” ketawanya mbah Surip. “I love you pul tuh harusnya”
“Ah, terserah aku dong, tapi yang penting kalungku udah kembali, ini kalung tuh berharga banget. Kalung ini aku beli waktu di Lombok, eh bukan aku ding yang beli tapi sahabat kecilku yang sekarang ada di Lombok “
“Halah, bilang aja pacar!”
“Gak kok, orang dia udah punya pacar trus pacarnya itu temen les aku. Kenapa, cemburu ya?”
“Idih, kita kan sobat tak ade itu kata cemburu.”
“Hiyah, malah kayak orang Melayu ngomongnya.”
“Hahaha..”
Aku tidak dapat melupakan peristiwa ini, karena peristiwa ini terus terngiang di pikiranku. Terutama pada saat Kevin memakaikan kalung itu padaku. Apakah aku juga seperti teman-temanku yang lain??? Apakah ini yang dinamakan ‘Falling in Love’???
Aku sebel dengan sikap Rano. Di saat dia suka dengan Putri, dia mohon-mohon sekali padaku agar aku bisa mencomblangkan dia dengan Putri. Tapi di saat Putri sudah mulai luluh, sepertinya Rano melupakan begitu saja. Sampai aku berfikir, sebenarnya dia sungguh-sungguh suka atau hanya ingin menguji atau bahkan mempermainkan hati Putri. Entahlah.
“Isabelle!” suara Putri memanggilku.
“Ada apa Put?”
“Eh, tadi tuh Rano aneh banget lho! Masa waktu di kelas tadi dia manggil nama aku, tapi terus gak jadi ngomong. Aku penasaran deh, trus barusan aku ketemu dia di kantin, ya aku tanya dong ‘tadi kamu mau ngomong apa? Kok kayaknya penting’ dia cuma bilang, ‘Sorry, lain kali aja timingnya gak tepat nih’. Yaudah aku tinggal pergi aja. Menurut kamu, dia mau ngomong apa sama aku, Belle?”
Aku terdiam, dan aku berfikir apakah aku harus mengatakan tentang apa yang terjadi pada Rano? Tapi kalau memang Putri sudah suka sama Rano, pasti perasaan dia jadi campur aduk deh, yaudahlah tunda dulu aja.
“Belle? Are you alright?”
“Oh, sorry. Yes, I’m fine. Kalau menurut aku, kamu coba tanya ke Adman aja, mereka kan sohiban” pendapatku.
“Oke deh, thanks ya!” begitulah kalimat terakhir yang di ucapkan Putri sebelum meninggalkanku pergi.
***
“Allahu Akbar Allahu Akbar…” Bunyi adzan dari masjid yang tak jauh dari rumahku berkumandang. Begitu adzan selesai, aku menyegerakan untuk sholat maghrib. Setelah selesai, ku lihat ada sms dari Putri:
Belle, td q dah tnya ke adman soal kjdian td ktna dah lama rano ska m q, n td sbnrna dy mw nmbak q, tp gk tau knpa dy gk jd nytain prsaanna i2 k q… Huuft .
Kemudian aku membalas:
Kamu sbnrna ska sma Rano gk sih, kok kyana kcwa dy gk jd nytain prsaana k kmu
Putri membalas:
Jujur aku ska m dy, tp y klo dy mank dah gk ska m q, ok fine.. prsaan ni biar q pndem aj, tp q msh bhrp dy mw nytain prsaana k q, tx y dah mw dngrin crhatq .
Aku membalas untuk yang terakhir:
Ea sma2, km yg sbar ea


Tujuh
Don’t Leave Me !!!

“Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday, happy birthday, happy birthday to Belle” begitulah lagu yang dinyanyikan Danar, Kevin, dan kak Olive. Sebenarnya bukan hanya mereka saja yang ada di kamarku, melainkan masih ada papa, mama, teman-teman dekatku yaitu Ayu, Putri, Fian, dan Ajeng. Aku merasa senang dan bahagia memiliki keluarga dan teman-teman yang perhatian denganku, namun ada sedikit rasa sebal dalam hatiku. Inikan masih jam 00.30, kenapa harus tengah malem sih, pagi kan juga bisa. Tapi tak apalah, hari ini adalah hari libur.
Mereka memintaku untuk meniup lilin yang berjumlah 16 sesuai dengan umurku tahun ini. Setelah acara tiup lilin dan potong kue, papa mengajak kami untuk sholat tahajud karena kebetulan semua orang yang sekarang ini ada di rumahku beragama Islam. Kemudian setelah selesai, kami semua tidur kembali. Aku, Ajeng, dan Fian tidur bersama di kamarku. Sedangkan Putri dan Ayu tidur bersama kak Olive di kamar kak Olive. Dan Kevin serta Danar tidur di kamar tamu.
***
Keesokan harinya, tepat pukul 07.00 aku keluar dari kamarku tercinta. Aku menuruni anak tangga, dan melihat Danar sedang antre di luar kamar mandi.
“Dan, masih nunggu siapa?” tanyaku.
“Kevin…” setelah Danar berhenti mengucapkan kata ‘Kevin’, Kevin keluar dari kamar mandi hanyamemakai celana pendek tanpa memakai baju sambil mengusap-usapkan handuk pada rambutnya yang basah karena habis keramas.
“Eh, ada Belle” kata Kevin, tapi setelah melihat Kevin belum memakai baju, aku langsung lari kembali menyusuri anak tangga dan tiba di kamarku.
Kemudian pada pukul 08.00 Kevin menghampiriku dan dia mengajakku ke taman. Di taman itu, Kevin memberiku kado ulang tahun untukku namun anehnya kado yang diberikan Kevin itu adalah sebuah lonceng kecil dengan pegangannya yang terbuat dari kayu yang dihiasi ukiran dan pita berwarna merah. Aku bingung, mengapa Kevin memberiku hadiah sebuah lonceng, kenapa tidak bantal misalnya, seperti Danar memberiku.
“Aku ngasih kado kamu lonceng, karena pertama, supaya sama dengan penyebutan nama panggilan kamu ‘Bell’ tapi bagi aku kamu itu bukan bell yang artinya lonceng, tapi bagiku kamu adalah ‘Belle’ yang artinya gadis yang cantik. Dan yang kedua, supaya kamu selalu inget sama aku, karena kado ini langka kan diberiin orang sebagai present???? Pokoknya, kalo aku lagi nggak ada sama kamu dan kamu ngebutuhin aku atau kangen gitu sama aku, hehe… bisa kok ngebunyiin lonceng ini dan kamu akan ngerasain kalo aku ada di deket kamu, gitu ”
“Panjang banget ya, your reason ngasih aku lonceng ini tapi so sweet kok.”
“Ya, dong.”
Setelah itu, kami berdua jalan-jalan sembari menikmati pemandangan taman dan udara yang masih sejuk. Belum lama kami mengitari taman, kami melihat seseorang yang sepertinya tidak asing bagi kami. Dialah Danar, tapi dia tidak sendirian, dia bersama Anggia atau akrab dipanggil Gea. Pada saat kami berpapasan, kami berempat sama-sama terkejutnya. Dalam hatiku dan mungkin juga Kevin, kenapa Danar bersama Gea? Apa sebenarnya hubungan mereka? Mereka terlihat sangat akrab.
Akhirnya kami memilih jalan-jalan bersama. Dalam perjalanan, Danar menjelaskan bahwa dia dan Gea sudah menjadi sepasang kekasih. Aku tidak menyangka kalau Danar akan memilih Gea yang selama ini tidak terlalu akrab dan menunjukkan kekagumannya terhadap Danar. Aku sempat berfikir bahwa Danar akan jadian dengan Tari. Tapi tak apalah memang itu pilihannya.
Di sekolah, Tari, Nisa, Rani, Ita yang mengetahui bahwa Danar sudah menjadi kekasih Gea kecewa dan patah hati. Bahkan konon katanya Ita yang semula dekat dengan Gea mejauh. Sedangkan Tari, diam-diam ia menangis di kamar mandi dan selama satu hari ini di kelas dia diam seribu kata. Ckckckcckk.
***
Beberapa hari kemudian, Kevin mengabariku bahwa dia akan pergi sebentar sekitar 2 hari ke Bandung. Dia selalu menelfonku untuk mengabari keadaannya dan menanyakan kabarku. Dan dia bercerita akan membawakan oleh-oleh untukku.
Besoknya, aku menunggu telepon darinya, namun dia tak kunjung menelponku. Setelah 3 jam aku menunggu, akhirnya dia menelponku. Dia bilang bahwa dia sudah sampai di rumah dan sekarang dia bersiap untuk mengantarkan oleh-oleh untukku. Pada saat perjalanan menuju rumahku, tiba-tiba saja ada mobil yang lewat, mobil itu melaju sangat kencang karena pengemudi kurang hati-hati, mobil tersebut menabrak Kevin yang juga sedang melaju kencang. Akhirnya terjadilah kecelakaan. Pada waktu Danar mengabariku bahwa terjadi kecelakaan, aku sangat terkejut dan aku bergegas menuju ke rumah sakit tempat Kevin di rawat.
Saat aku membuka pintu kamar Kevin, ku lihat kepalanya di perban tebal dan bercak-bercak darah menodai baju dan jaketnya. Spontan aku langsung memeluknya, memegang erat tangannya. Kemudian dia sadar bahwa aku ada di sampingnya, dia mencoba membuka matanya perlahan-lahan.
“Hai Belle!!” sapanya hangat. Aku sangat merindukan suara itu. Aku mengusap air mataku.
“Hai juga Kevin, kamu harusnya nggak usah ngebut tadi, maafin aku ya karena aku kamu jadi gini” jawabku.
“Oh, ini sama sekali bukan salah kamu Belle” ucapnya dengan nada lemas.
“Hadiah yang mau aku kasih buat kamu.... Arrghh!!” kata-katanya terputus. Dia terus memegangi kepalanya, dari raut wajahnya terlihat sekali bahwa dia sedang kesakitan.
“Kamu kenapa sayang?” tanya mama Kevin.
“Nggak apa-apa ma, kepala Kevin cuma sakit ma”
“Danar cepet panggil dokter!!!!” seruku pada Danar agar dia bergegas memanggil dokter. Kevin semakin merasakan sakit di kepalanya dan dia memegangi tanganku erat sebagai pelampiasan sakitnya, aku pun ikut merasakan rasa sakitnya. Setelah dokter datang, kami yang berada di kamar Kevin diminta keluar karena Kevin akan diperiksa secara intensif.
Detik demi detik menit demi menit dan bahkan berjam-jam aku menghabiskan malam menunggu dokter menangani Kevin. Sampai tiba-tiba dunia ini gelap dan aku mulai tertidur di ruang tunggu bersama mama Kevin, Danar dan Kak Olive. Aku rasa aku sudah cukup untuk istirahat dan ketika aku mencoba melihat dunia, yang pertama kali ku lihat adalah seorang wanita yang tiba-tiba saja pingsan setelah berbincang dengan seorang dokter yang baru saja membuka masker. Wanita itu tak lain adalah mama Kevin. Aku segera bangun, dan aku bingung apa yang terjadi sampai-sampai mama Kevin pingsan.
“Dan, Tante Maya kenapa? Kok pingsan? Oh ya, gimana keadaan Kevin?” sederet pertanyaan ku ucapkan pada Danar. Sebelum menjawab, Danar bernafas panjang dan menunjukkan ekspresi yang membuatku khawatir sesuatu terjadi pada Kevin.
“Jadi gini Belle, kamu yang tabah ya! Baru aja dokter bilang kalau...”
“Kalau apa Dan?” aku semakin penasaran.
“Kalo dokter nggak bisa bantu kita nyembuhin Kevin, dengan arti... Kevin udah dulu dipanggil sama Allah, Belle ya terus tante Maya pingsan “
Aku tidak percaya ini terjadi, aku langsung terkulai lemas kepalaku kusandarkan pada bahu Danar dan Danar merangkulku.
“Yang tabah ya Bell, aku juga nggak pengen semua ini terjadi”. Aku tak kuasa menahan air mataku yang mengalir, semakin aku mencoba untuk tenang dan tabah, semakin deras air mataku jatuh membasahi wajahku. Sepanjang hari aku sedih, meratapi apa yang telah terjadi pada sahabatku itu. Danar selalu menghiburku namun lama kelamaan dia pergi meninggalkanku hanya demi Gea, kekasihnya.
Di sekolah maupun di rumah banyak sekali kenangan yang mengingatkanku tentang Kevin. Terutama lonceng pemberiannya yang masih aku simpan dengan baik. Jika aku merasa kesepian, aku membunyikan lonceng itu dan aku berharap Kevin kembali dan peristiwa kecelakaan yang dialami Kevin tidak pernah terjadi. Namun Putri, Fian, Ayu, dan Ajeng datang menghibur dan menyadarkanku kalau Kevin itu sudah tidak ada dan mereka juga menyuruhku untuk tabah.
***


Delapan
He’s Back

Cukup satu minggu aku larut dalam kesedihan ini, dan aku mencoba untuk memulai hidupku seperti biasa tanpa kehadiran Kevin dan aku akan kembali ceria untuk orang-orang yang ada di sampingku. Weekend kali ini Putri, Ajeng, Fian, dan Ayu mengajakku untuk hangout together. Karena Ayu ingin membeli kamus bahasa Jepang dan Ajeng ingin membeli komik favoritnya edisi terbaru, tempat yang pertama kami tuju adalah toko buku.
Setelah itu, kami makan siang di KFC. Pada saat kami sedang menunggu orderan kami datang, Ajeng mengeluarkan brosur yang berisikan bahwa pada hari itu diadakan perlombaan band lokal yang terdiri dari para siswa-siswi SMP dan SMA dan perlombaan dance.
“Kayanya seru nih, kalau kita nonton bentar mau nggak? Siapa tahu finalisnya ada yang kita kenal” ajakku.
“Oke deh, aku sih mau-mau aja, makanya aku kasih liat brosur ini kalau-kalau kalian mau nonton” ucap Ajeng setuju.
“Tapi gratis kan? Kalo gratis aku mau” ujar Fian yang sifat ekonominya muncul.
“Tenang aja, gratis kok aku sebenernya juga punya cuman nggak kebawa” tutur Putri.
“Nggak kebawa apa nggak dibawa? Hayoooo!!”
“Udah ayo, Let’s go !!!” kata Ayu yang api semangatnya berkobar-kobar , tapi nggak sampai kebakaran sih. Akhirnya kami jadi menonton acara tersebut.

“Okey guys, tadi kita semua udah liat 3 dari 10 finalist festival band yang diadakan oleh Tjem Phluk kosmetik dan finalis kita yang ke-4 ini, berasal dari SMAN 34 mari kita sambut The Compass Ritz!!” Begitulah yang dikatakan oleh host dalam acara tersebut.
Ketika band The Compass Ritz tampil, aku sempat tak percaya bahwa personil band itu adalah teman sekelas kami dan yang paling aku tidak percaya, Danar masuk dalam band itu dan sepertinya dia adalah leadernya. Personil band The Compass Ritz adalah Danar pegang gitar dan merangkap sebagai vocalis, Gerry sebagai drummer,dan yang terakhir Ega dengan bassnya.
“Aku nggak nyangka mereka bisa tampil di festival band yang diadain Tjem Phluk. Tjem Phluk lho girls!! Itukan merk kosmetik yang terkenal banget. Pasti buat masuk 10 besar susah, and biayanya gede . Kok bisa ya?” ceplos Fian.
“Ya pasti bisa lah, mamiku kan manager di Tjem Phluk, jadinya mereka daftarnya gampang, gratis lagi” kata Gea yang bernada agak sombong.
Ternyata Gea duduk di depan kami. Setelah Danar dkk. selesai perform, aku menyalami mereka kemudian kami berbincang-bincang dengan akrabnya. Kulihat keringat Danar bercucuran dan aku menawarkan tissueku padanya, bukannya mengambil tissue yang kuberikan eh malah ngambil botol jus yang sedang aku pegang dan langsung meminumnya. Aku sedikit memarahinya. Melihat keakraban kami, Gea cemburu kemudian dia menarik tangan Danar, mengajaknya meninggalkan kami.
Semenjak itu, Gea menjadi sangat possessive terhadap Danar. Sampai-sampai ketika aku dan teman-temanku beranjak pulang, tanganku ditarik dan aku dibawa jauh dari teman-temanku.
“Eh, loe tuh sebenernya tau nggak sih kalo Danar tuh udah jadian sama gue, masih aja deketin dia. Loe nggak mikirin perasaan gue apa, Belle?” ucap Gea penuh emosi.
“Ya, gue tau loe pacaran sama Danar. Emangnya nggak boleh apa gue ngobrol sama dia? Dia kan sahabat gue, loe juga tau itu kan?”
“Sahabat? Apa istimewanya juga persahabatan, baru jadi sahabat aja udah belagu” kata-kata Gea itu membuat aku naik pitam.
“Oh iya ya, gue baru sadar kalo loe nggak pernah ngerasain indahnya persahabatan tuh kayak apa” ucapku sinis.
“Karena menurut gue persahatan tuh nggak penting. Indahnya persahabatan? Emang loe juga udah ngerasain itu? Orang Kevin yang loe anggep “sahabat” itu, meninggal gara-gara loe. Dia ngebut di jalan kan gara-gara pengen ngasih something buat loe kan? Itu yang loe sebut indahnya persahabatan?” omongan Gea itu membuat hatiku campur aduk antara sebel, sedih, dan itu semua membuatku tak bisa menahan air mataku yang perlahan-lahan turun.
Setelah itu, aku lari menuju tempat teman-temanku berada, ternyata mereka berada tak jauh dariku. Aku berada dipelukan Ayu dan Putri yang sedang menenangkanku. Sedangkan Fian dan Ajeng menghampiri Gea untuk memarahinya. Tak lama kemudian, Danar datang karena mendengar keributan.
“Udah cukup semuanya! Apa-apaan sih kalian ini?” ucap Danar dengan tegas. Begitu Danar selesai berbicara, dia mengalihkan pandangannya padaku, dan dia melihat kalau aku sedang menangis.
“Ibelle, kamu kenapa?” tanyanya panik.
Aku tak bisa menjawab pertanyaan Danar. Setelah taksi yang ditelepon Putri datang, kami bergegas pulang. Dalam perjalanan pulang, aku mencoba sabar dan tenang. Kemudian aku baru bisa menceritakan unek-unekku, teman-temanku pun mendengarkan dengan penuh perhatian.
“Mungkin bener kata Gea, kalo aku penyebab kecelakaan Kevin, aku yang nyuruh dia cepet-cepet dateng. Ini bener-bener salahku, aduh kenapa gue baru sadar sekarang sih? Ya Tuhan, maafkanlah aku” aku kecewa dengan diriku sendiri.
“Kamu tuh nggak salah kok Belle, peristiwa yang menimpa Kevin murni karena kecelakaan bukan karena kamu, bisa-bisanya Gea aja tuh biar bikin kamu sedih” Ajeng mencoba menenangkanku.
“Cupcupcup udah ya, jangan nyalahin diri sendiri terus enggak baik, Kevin disana pasti nggak pengen kamu nangis kaya gini. Udah lupain aja” kata Ayu sembari mengelus-elus rambutku.
Aku mencoba menstabilkan emosi karena sebentar lagi sampai dan aku tidak ingin kak Olive, mama ataupun papa tahu kalau aku sedang sedih dan sakit hati. Sesampainya di rumah, aku langsung menuju kamarku dan mencoba melupakan semua yang terjadi hari ini dengan membuka internet. Tak lama kemudian ada message baru dari Alina, pacar sahabat kecilku yang berisi:
Kabar kamu gimana Belle?? Aku turut berduka cita ya!! Sorry, aku belum sempat maen ke rumah kamu. Aku cuma mau ngabarin kalo kata Robby dia mau pulang bulan ini tapi pastinya kapan aku belum tau. Ya mungkin waktu libur hari Natal n taun baru.
Kemudian aku membalas message tersebut,
Aku baik-baik aja kok Lin. Makasih ya, perhatiannya. Wah, Si Obby mau pulang??? Seru tuh, aku udah nggak sabar liat mukanya dia yang sekarang hehehe. Ya nanti kalau Obby udah pulang, kalian berdua maen ke rumahku. Mama, papa n kak Olive pasti seneng deh.
***
Hari ini adalah hari libur pertamaku pada semester satu ini. Tapi sayang, di rumah sepi banget. Papa dan mama kerja seperti biasa, dan belum pulang sampai sekarang. Padahal waktu telah menunjukkan pukul 4 sore. Sementara kak Olive masih tertidur nyenyak karena kecapaian membersihkan dan mendekorasi ulang kamarnya. Aku sungguh merasa bosan berada di rumah. “Huh, daripada gue mati bosen disini mending gue ke taman aja deh. Siapa tau ketemu temen yang bisa diajak ngobrol disana” batinku. Kemudian aku berpamitan kepada kak Olive yang sepertinya tidak terlalu memperhatikan ucapanku, bahkan mungkin kehadiranku.
Arrive there, aku duduk di sebuah ayunan dan sok sibuk membaca buku. Sepuluh menit pun berlalu dengan cepat, aku sudah merasa bosan karena sendirian dan tidak mendapat teman ngrobrol seperti yang ku harapkan tadi.
Akhirnya aku pergi meninggalkan ayunan yang sebenarnya nyaman untuk di duduki itu. Ketika aku akan beranjak pergi, aku melihat seorang perempuan yang sepertinya aku kenal. Aku berjalan mendekatinya, dan ternyata aku memang kenal dengan perempuan itu, Alina. Namun, yang aku agak heran dia bersama seorang laki-laki berambut agak gondrong tapi masih terlihat rapi. Aku semakin penasaran apakah itu benar Alina dan bersama siapakah dia sekarang. Aku mencoba menyingkirkan pikiran burukku.
“Alina?” sapaku dari belakang.
Alina pun membalikkan badannya dan tersenyum padaku. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya, tapi dia masih cantik dan kalem seperti dulu. Aku tidak memperdulikan laki-laki yang berada di sampingnya.
“Kamu sama siapa, Lin? Hayo, jangan duain Obby lho dia tuh beneran sayang dan cinta sama kamu ya walaupun kuakui dia itu sebenarnya kurang pantas bersanding sama kamu “
“Heh, maksud loe apa?” kata laki- laki yang duduk di samping Alina sambil menjitak kepalaku. Aku kaget dan tidak merasa bersalah dengan orang itu.
“Saya tidak ada maksud apa-apa dengan anda, saya hanya…”
Dia memotong pembicaraanku “Saya? Sejak kapan loe ngomong sama gue pake kata saya? Kesambet ya loe?” Aku masih heran, kenapa laki-laki ini santai banget ngomong sama aku dan seperti sudah kenal lama .
Alina mencoba menjelaskan padaku, “Aku nggak bakal duain Obby lah, Belle. Orang Obby nya ada disini kok.”
“Hah, mana dia sekarang?” tanyaku sambil mencari-cari di sekita Alina.
“Loe kenapa sih Le, nggak ngenalin muka gue ya? Atau jangan-jangan loe udah ngelupain gue?” tanya laki-laki itu.
Aku baru tahu, kalau laki-laki yang bersama Alina sekarang ini Obby karena dialah satu-satunya orang yang memanggilku dengan sebutan “Lele”. Dia memberiku nama panggilan seperti itu karena dulu waktu dia masih kecil dan baru bisa baca, dia baca namaku “Belle” bukan “Bel” yaudah malah keterusan manggilnya lele. Sedangkan aku memanggilnya Obby karena dulu aku belum bisa bilang “R“ .
“Sorry banget By, gue bener-bener nggak ngeh kalo itu loe. Abisnya penampilan loe berubah, kayak di make over gitu deh. Hahaa” candaku.
“Loe terpesona ya sama gue, secara gue keren gitu ya” katanya sambil tebar pesona.
“Idih, pede banget loe. Tapi gue akuin loe lebih keren kayak gini daripada rambut loe yang gundul kayak dulu.”
“Iya, kalo gue keren dan ganteng gini kan Alina jadi tambah kesengsem plus ngangenin gue. Haha” Alina tersenyum.
“Oh iya Belle, aku dan Robby pengen maen ke rumahmu nih” kata Alina.
“Iya, iya, boleh . Tapi papa mama belum pulang , nggak apa apa kan?”
“Ya, nggak apa-apa. Kalo buat gue sih yang penting suguhannya Le! Haha” canda Robby .
“Ah loe By, dari dulu nggak berubah.”
Setelah itu, kami beranjak dari taman menuju ke rumahku. Sesampainya disana, telah menunggu seseorang yang sepertinya aku kenal. Ternyata, orang itu adalah Danar.
“Eh Dan, udah lama disini? Sorry, nunggu lama” tanyaku.
“Nggak kok Belle, aku baru aja mau buka pager” jawab Danar.
Kemudian aku memperkenalkan Danang pada Robby dan Alina. Karena memang dasarnya Robby itu supel, jadinya mereka bertiga langsung akrab deh. Malam pun tiba, bulan mulai tampak dari peraduannya, dan ketika itu papa dan mama pulang.
“Lho, ternyata ada banyak tamu nih” sapa mama.
“Iya nih ma. Tapi pada belum makan, soalnya bibi hari ini nggak berangkat trus aku nggak masak” tutur kak Olive.
“Jiaah.. emang loe bisa masak Liv? Hehe” ledek Robby.
“Eh, ngeremehin gue ya loe By. Gini-gini gue jago masak tauk!” balas kak Olive.
Satu fakta yang tadi belum aku tulis, sebenarnya Robby itu seumuran kak Olive, lebih tua 3 tahun dari aku. Tapi gara-gara dulu aku suka ngikut-ngikut kak Olive, jadinya ikutan manggil Robby itu Obby bukan abang Obby, dan buktinya Robby tidak mempermasalahkan itu.
Setelah itu, mama mengajak kami semua makan di luar. Dan disana, Danar bercerita bahwa dia dan Gea sudah putus. Katanya, dia sudah tidak betah lagi berdua dengan Gea karena Gea itu terlalu possessive dan menginginkan seluruh waktu Danar hanya untuknya. Namun, kini dia sudah mengerti semua itu salah dan dia meminta maaf. Akhirnya, Danar dan Gea sekarang berteman baik.
“Ibelle, aku udah lama nih nggak ke makamnya Kevin. Kamu juga kan? Gimana kalau besok kita kesana?” ajak Danar.
“Hmm… besok ya? Ayo ayo aja” kataku girang.
“Tapi kamu disana jangan nangis lho, ntar muka kamu jadi jelek.”
“Iya, nggak lagi kok. Apa? Muka aku jadi jelek? Berarti kalo nggak nangis aku cantik dong hehe” candaku.
“Hmm.. Aku kurang ikhlas bilang kamu cantik weelk!”
“Wuuu.. Kalo nggak cantik mana mau Kevin sama aku” bantahku.
“Siapa bilang Kevin mau sama kamu? Emang dia pernah nyatain perasaannya ke kamu?”
“Nggak sih, tapi aku tahu dari tampangnya. Coba waktu itu nggak terjadi kecelakaan, pasti sekarang aku udah jadian sama dia.”
“Yeee… ngarep deh kamu.”
“Biarin dong.”
Setelah acara makan malam itu selesai, Danar, Robby dan Alina langsung berpamitan pulang. Dan keesokan harinya, aku dan Danar jadi pergi ke makam Kevin.
“Kevin, sekarang aku udah nggak kesepian lagi. Karena Danar udah kembali jadi sahabat kita yang kayak dulu lagi. Aku seneng deh. Coba aja kamu masih ada, pasti aku lebih seneng lagi” ucapku sambil mengelus-elus batu nisan bertuliskan nama Kevin.
“Udah, jangan melankolis gitu dan jangan berandai-andai apa yang nggak bakal terjadi, yang penting aslinya kan? Kamu udah nggak sendiri lagi dan aku udah ada disini” tutur Danar.
“Iya deh.”
“Emm, Belle….”
“Iya, apa Dan?”
“Kamu mau nggak ngisi hatiku yang kosong yang dulu ditempatin sama Gea?” tanya Danar. Suasana pun jadi hening.
“Maksudnya? Aku belum ngerti.”
“Haduh.. bro, gebetan loe nih bego amat sih” katanya sambil memutar bola matanya.
“Yaudah, to the point aja. Nggak usah muter-muter” kataku ketus.
“Oke. Ibelleku sayang, kamu mau nggak jadi cewekku? Mau kan?”
“Hmm???” aku terdiam dan terkejut.
Pertemanan itu indah, apalagi persahabatan. Tidak memandang itu laki-laki atau perempuan yang terpenting adalah kita cocok dengan mereka dan mereka juga cocok dengan kita. Tapi kalo persahabatan jadi cinta? Entahlah, mungkin kita menginginkannya dan mungkin juga tidak. Tapi kita juga tidak bisa memungkirinya. Banyak kejadian tersebut yang ditulis dalam cerita atau naskah suatu film. Seperti halnya cerita ini.
Siapa sangka seorang Danar yang baru saja aku kenal, menjadi sahabat dan sekarang mengutarakan perasaannya bahwa dia suka denganku. Kemudian Kevin, yang selama ini aku perhatikan diam-diam, tiba-tiba menjadi sahabat dan gebetanku yang memberiku kado terindah dengan alasan yang so sweet.
Kevin, aku akan terus mengenangmu dan aku tidak akan melupakanmu. Kamu adalah cowok yang selama ini aku idam-idamkan dan mungkin kamu adalah cinta matiku. Tapi, aku tidak boleh terpaku hanya padamu yang sudah tiada, aku ingin mencoba membuka hatiku untuk orang lain yang mencintai, mengasihi dan menyayangiku. Terimakasih atas semua yang udah kamu lakukan untukku selama kamu ada ada di sisiku. 
~THE END~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar